PMII dan Tantangan Society 5.0

 

(Foto : Tim Kreatif)

wartanu.com - Kehidupan manusia di muka bumi ini semakin maju dan terus berkembang. Saat ini manusia memasuki era yang dipenuhi dengan persoalan revolusi industri, dimulai dari revolusi industri 1.0 sampai 5.0.

Manusia dituntut untuk menyesuaikan dengan perkembangan tersebut, namun tidak sedikit orang masih belum mampu untuk menyesuaikan dengan peradaban ini, baik dari faktor ekonomi, pendidikan serta kebudayaan yang masih belum merata khususnya di Indonesia.

Manusia saat ini serba mudah dalam menjalankan kehidupan, lebih-lebih sudah memasuki era 4.0 yang serba teknologi, baik dari kebutuhan primer maupun sekunder.

Revolusi industri 4.0 yang muncul pada abad ke 21 ini merupakan sebuah revolusi dimana manusia telah menemukan pola baru dengan adanya kemajuan teknologi yang terjadi begitu cepat.

Menurut Herman dkk (2015) Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah era industri digital dimana seluruh bagian yang ada di dalamnya saling berkolaborasi dan berkomunikasi secara real time dimana saja kapan saja dengan pemanfaatan IT (teknologi informasi) berupa internet dan CPS, IoT dan IoS guna menghasilkan inovasi baru atau optimasi lainnya yang lebih efektif dan efisien.

Baca Juga :

Kita semuanya sudah tahu bahwa perkembangan zaman ini sangat memicu setiap sektor, mulai dari pendidikan, ekonomi dan budaya dituntut agar bisa beradaptasi dengan cepat. Namun kenyataannya masih belum bisa terjamah semua, karena ketidaksiapan dalam menghadapi perkembangan zaman ini.

Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksiapan itu salah satunya ialah kurangnya Sumber Daya Manusia secara eksplisit. Hal ini menjadi PR kita bersama, ditambah dengan adanya era Society 5.0 yang aktor utamanya ialah masyarakat yang harus mampu dalam menerapkan pelbagai revolusi industri digitalisasi.

Namun perlu dicatat bahwa digitalisasi hanyalah sarana, dan bahwa kita manusia sebagai aktor utama tetap penting sehingga fokus yang kuat dipertahankan pada pembangunan masyarakat yang membuat kita bahagia dan memberi kita rasa nilai.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi yang berbasis kaderisasi. Sebagai organisasi yang berbasis kaderisasi, tentu yang menjadi aset utama PMII adalah kadernya.

Baca Juga :

Salah satu tantangan PMII yaitu bagaimana melakukan eksplorasi dalam bidang penataan, manajemen, dan sistem pendataan organisasi termasuk kader dan anggotanya. 

Sebagai kader PMII yang diwajibkan dan serta merta menjadi penyokong persoalan di atas, atas nama kader PMII yang mengemban amanah dan harus memenuhi tanggung jawab sebagai orang yang telah diorbitkan untuk menjadi garda terdepan dalam menyongsong negeri ini.  

Di era yang saat ini disebut dengan Era Disrupsi Teknologi, PMII diharuskan untuk adaptif dan melakukan transformasi pembaharuan dalam berbagai bidang. 

Dengan jumlah kader yang begitu banyak, pola kaderisasi yang beragam, dan sistem administrasi yang cukup kompleks, saat ini PMII memerlukan satu platform digital yang di dalamnya bisa mengcover seluruh kebutuhan di atas.

Selain untuk melakukan transformasi dalam manajemen organisasi, hal ini juga dilakukan sebagai respons terhadap pesatnya perkembangan teknologi.

Paradigma Kritis Transformatif masih dijadikan sebagai bentuk pemikiran dalam menentukan arah gerakan dalam PMII. Kita sebagai kader PMII harus mampu membaca secara mendalam dengan menggunakan Analisis SWOT, senjata paling tajam dalam membaca persoalan ke depan serta mampu memberikan sebuah transformasi yang sangat relevan dengan kebutuhan zaman.

Baca Juga :

Semisal, bagaimana setiap kader bisa mengetahui setiap waktu arus perkembangan informasi? Solusinya ialah dengan mewajibkan kader minimal 1 hari membaca 1 berita. Hal ini akan efektif dan efisien mempermudah proses analisis setiap kader PMII. 

Selain dengan sikap kritis, kita juga harus bisa berinovatif bagaimana bisa mengembangkan skill dan potensi kita untuk menciptakan sesuatu yang baru, yang belum pernah ditemukan sebelumnya.

PMII sebagai wadah yang mampu menampung seluruh kadernya agar dapat kemudian mengorbitkan setiap kader yang sesuai dengan bidang dan potensinya masing-masing, tentunya harus relevan dengan industri digitalisasi ini. Dengan mengembangkan potensi kita mampu menilai bahwasanya kita sudah siap dalam mengikuti arus zaman digitalisasi ini. 

Terakhir, dengan menjawab tantangan Society 5.0 maka perlu adanya SDM yang dapat mengisi kekosongan akal sehat yakni dengan mengasah intelektual. Berproses di PMII akan menambah kapasitas dan kredibilitas, hal ini menjadi bekal untuk mempersiapkan peradaban yang akan datang.

Bagaimana kita bisa beradaptasi sedangkan kapasitas kita masih belum memadai, ditambah tidak adanya skill maupun potensi dalam masing-masing bidang? Hal ini butuh keseriusan dalam mengasah wawasan dan intelektual seorang kader yang memang harus dilatih dan diajarkan sejak masih anggota. Mereka dituntut untuk membaca, berdiskusi lalu mengamalkan apa yang sudah didapatkan.

Kapasitas seorang kader perlu diklasifikasikan baik persoalan keorganisasian, kebangsaan dan keislaman. Ketiga poin tersebut harus diselaraskan sesuai visi-misi dan tujuan PMII.

Secara ideologis, PMII berkiblat kepada Nahdlatul Ulama sebagai tameng besar dalam Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ajaran di dalamnya dapat menyesuaikan dengan zaman, dapat menjawab tantangan Society 5.0 melalui sudut pandang keislaman. Contohnya, dalam Islam ASWAJA kita berpolitik dengan belajar Fiqh Siyasah, dalam hal transaksi kita dapat belajar Fiqh Muamalat.

Baca Juga :

Upaya menjawab tantangan Society 5.0 dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang dipersiapkan untuk zaman yang akan datang, tentunya tidak akan terlepas dari zaman-zaman sebelumnya.

Sikap kritis, inovatif serta menambah kapasitas dan kredibilitas terhadap seorang kader PMII cukup menjadi bekal dalam mengantarkan pada kemajuan dan perkembangan zaman.

Mengutip dari Kaidah Fiqh, ini sangat relevan dalam menjawab tantangan zaman, yakni:

المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح

Artinya : “Melestarikan nilai-nilai lama yang baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik”.

Karakter semacam inilah yang diperlukan pada era ini. Dengan merebaknya “hal baru”, harus bisa memilih dan memilah mana yang layak diambil, mana yang harus ditinggalkan. Tidak hanya ikut arus. Juga, tidak sampai melawan arus.

Bondowoso, 3 Februari 2022

Penulis : Muhammad Lutfi, PC PMII Bondowoso, Asal Komisariat PK RBA STAI At-Taqwa Bondowoso

Editor    : Muhlas

Lebih baru Lebih lama