Al-Arif Billah; Kiai Husnan Wringin (IV) Menjadi karomah sebab khidmahnya kepada guru

Kiri: Al-Mukarrom Al-Arif Billah Kiai Muhammad Hasan Genggong Probolinggo, Kanan: Al-Mukarrom Al-Arif Billah Kiai Husnan Wringin Bondowoso
Banyak kesaksian menyebut, bahwa titik merayapnya rombongan singgah adalah Pesantren Ra'iyatul Husnan Wringin Bondowoso. Singgah dengan beragam tujuan. Ada yang berkeluh kesah, ada yang meminta sambungan doa, ada yang sebatas tabarrukan saja.

Saban hari saban malam pemandangan ini terlihat di kediaman Kiai Husnan Wringin, hingga tahun 1985. Di tahun itu, beliau pulang keharibaan Allah SWT meninggalkan keluarga, pesantren dan santri-santrinya.

Sangat dicinta-hormati seorang Kiai Husnan oleh berbagai kalangan. Santri yang dekat dengan beliau pernah bercerita, bahwa: konon tamu yang datang pada Kiai Husnan tercatat hingga dari berbagai daerah, kultur dan suku di tanah air. Bahkan hingga dari manca negara.

Baca Juga : 

Rakyat jelata sampai tokoh berkasta semuanya dinilai dekat dengan kepribadiannya. Sepeda, motor, mobil, setiap hari membanjiri halaman pesantren Ra'iyatul Husnan.

Yang masyhur pula dari seorang Kiai Husnan adalah anugrah sifat karomah. Karomah "mukasyafah" yang dimilikinya, tak sedikit dari santri maupun masyarakat luas kerap kali tetimpalan hal luar biasa itu.

Figur penegak amar makruf nahi mungkir, pecinta ilmu dan ulama, juga ketakwaannya yang tinggi, bukan tidak mungkin seorang Kiai Husnan menyandang maqom 'kekasih' Allah Azza wa Jalla.

Bisa memperoleh maqom prestisius seperti itu, juga tak lepas dari rekam jejak dari seorang Kiai Husnan kala menimba ilmu dahulu.

Baca Juga :

Hidmah dan ketakdiman Kiai Husnan pada ilmu dan guru-gurunya sungguh bukan main. Beliau "samikna wa atokna" full kepada gurunya semasa berhidmat dan menimba ilmu dahulu. Sebuah kisah mutawatir beredar kala Kiai Husnan nyantri ke kiai sepuh: AlMukarrom Kiai Muhammad Hasan Genggong Probolinggo.

Kisahnya, lebih kurang begini;

Suatu waktu, istri Kiai Hasan tertimpa duka: cincin kepunyaan beliau terjatuh ke kubangan WC. Buk nyai kebingungan, dan lambat laun hal ini terdengar oleh Kiai Hasan.

Kiai Husnan yang kala itu sebagai khaddam (pelayan) Kiai Hasan, tak lama berselang juga mendengar peristiwa yang tak mengenakkan sang guru tersebut.

Tanpa fikir panjang Kiai Husnan belia turun; mencari cincin ke dalam kubangan WC. Padahal, Kia Hasan tak munyuruh Kiai Husnan untuk melakukan 'aksi heroik' itu. Ketakdimannya yang besar membuat Kiai Husnan tak perduli apa yang akan menimpa dirinya nanti.

Dalam waktu yang tak sebentar, perjuangan dan ketulusan Kiai Husnan akhirnya membuahkan hasil. Seusai berlumur dan berjibaku dengan kotoran --yang hampir semua santri menjauhi--, Kiai Husnan berhasil menemukan sebuah cincin milik istri Kiai Hasan.

Dari kecintaan dan ketakdimannya ini, Kiai Husnan juga memperoleh keihlasan yang penuh dari sang guru kala pulang memasyarakat. Dikisahkan pula, setelah  Kiai Hasan genggong mengetahui tindakan membanggakan Kiai Husnan muda kala itu, beliau (Kiai Hasan) banyak mendoakan untuk kebaikan dan keberkahan sang murid, yakni Kiai Husnan.

Keihklasan dan harapan-harapan sang guru tidaklah meleset. Pasca nyantri dan berhidmah ke Kiai Muhammad Hasan Genggong, Kiai Husnan dalam membantu "ngopeni" (ngasuh) para santri di musollah sederhana asuhan sang abah terus membuahkan hasil. Lambat laun santri banyak berduyun-duyun, area pesantren diperluas, Kiai Husnan muda berubah menjadi figur karismatik, karomah, dan kepribadiannya kian 'harum' kemana-mana.



Penulis : Muhammad Fauzan, S.Ag, Santri Pascasarjana Ma'had Aly Sukorejo Situbondo dan Mengabdi di Ponpes Nurul Qarnain Jember dan Miftahul Hasan Al-Utsmani Bondowoso

Editor : Gufron

Lebih baru Lebih lama