KH. Yazid Karimullah; Potret Pejuang Gigih dari Kota Suwar-suwir

KH. Yazid Karimullah, pengasuh pesantren Nurul Qarnain
Walau bertempat agak jauh dari jantung kota, tak menghalangi nama besarnya ‘menggaung’ ke antero provinsi, bahkan nasional. Saat menjajalinya, dari gerbang pesantren saja, pandangan sudah dimanjakan dengan penataan tempat pendidikan dan asrama-asrama santri yang apik dan asri. Gedung-gedung berlantai mengiringi langkah kaki hingga ekor pesantren.

Juga, nuansa bersih nan rapi adalah hidangan yang pasti ada di pesantren yang selalu ditasbihkan juara satu, ihwal kebersihan se-Kabupaten Jember ini. Dalam lingkungan kecamatan saja, belasan tahun silam pesantren ini mungkin dipandang sebelah mata. Namun hari ini, tak salah bila penulis mengatakan sebaliknya.

Ya, tempat yang dimaksud adalah Pondok Pesantren Nurul Qarnain yang beralamat di Baletbaru Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Dibalik nama besar NQ--sapaan akrab Pondok Pesantren Nurul Qarnain--, ada sosok yang berperan aktif, merawat, dan tak henti-henti memperjuangkan segala lini tatanan; mulai dari ranah pendidikan, hingga aktivitas kepesantrenan bagi tempat kesohor ini.

Adalah Kiai Yazid, begitu masyarakat Jember dan sekitar menyebutnya, sosok yang telah merawat, melestarikan, dan mengembangkan pesantren Nurul Qarnain, mulai dari masih pembabatan, penuh keterbatasan, hingga besar dan mengesankan seperti hari ini.

Nama Kiai Yazid sering terpampang lengkap dengan “KH. Yazid Karimullah”. Sebuah hal yang wajar, karna asma mulia itu, beliau sandingkan kepada sang ayahanda, yakni Kiai Karimullah bin Kiai Idris. Adapun ibunda beliau, asmanya adalah Nyai Hj. Ruhani putri dari Kiai Syuhadak.

Baca Juga : 

5 Rabiul Akhir 1369 H atau yang bertepatan dengan 25 Januari 1950 M beliau lahir di kampung halamannya. Kampung kalaman yang dimaksud adalah Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember.

Di usia yang bisa dibilang masih relatif muda, 20 tahun berselang dari hari kelahirannya, Kiai Yazid menikah dengan perempuan yang digadang-gadang sebagai bunga desa kala itu. Perempuan yang dimaksud adalah Nyai Hj. Halimatuz Zakiyah. 

Putri dari Haji Aly ini masih berasal dari satu kampung dengan beliau. Dan saat diperistri Kiai Yazid, Nyai Halimah masih dengan usia yang lebih belia, yaitu 14 tahun.

Dari pernikahan dengan Nyai Halimah, beliau dikaruniai seorang putra, yaitu KH. Fawaid Yazid, dan dua orang putri yakni Ning Hj. Zaitunah Yazid dan Ning Hj. Zulfa Yazid.

Di paruh tahun 2004, Kiai Yazid berduka, karena sakit yang diderita sang istri tercinta (Nyai Hj. Halimah) membuat Nyai Hj. Halimah kembali pada keharibaan Allah SWT.

Ba'da 100 hari kepergian beliau, Kiai Yazid memutuskan menikah dengan perempuan asal kota pisang, Banyuwangi. Dari pernikahan dengan nama lengkap Nyai Hj. Lailatul Qomariyah tersebut, beliau dikaruniai 3 putri. Ning Afyah Zawil Yazid, Ning Zubdah Zakiyah Yazid, dan yang terakhir Ning Madzubah Zabiyah Yazid.

Ihwal pendidikan, seorang Kiai Yazid tentu pernah merasakan bagaimana hidup dan besar dari yang namanya pesantren, apalagi beliau masih keturunan keluarga kiai dan tokoh masyarakat.

Diusinya yang masih menginjak 9 tahun saja, oleh ayahandanya, beliau sudah di mondokkan ke Pesantren Tarbiyatul Atfal di Potok Sukowono Jember, atas asuhan kakek beliau sendiri yaitu KH. Idris. Disamping menimba ilmu di pesantren sang kakek, beliau juga menekuni pendidikan Sekolah Dasar, yang kala itu masih bernama Sekolah Rakyat (SR).

Dengan alasan ingin belajar serius dan berkeilmuan lebih luas--yang beliau terinspirasi dari pesan sang paman, setahun berselang Kiai Yazid nyantri di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Mlojokerto Puger Jember.

Karena telah dibekali keilmuan dari pesantren sang kakek sebelumnya, di pesantren asuhan KH. Abdullah Yakin tersebut, beliau langsung diterima di kelas 5 Ibtidaiyah, sebangku dengan santri-santri senior dan santri yang lebih alim dari beliau.

Berkisar setengah tahunan, Kiai Yazid harus menyudahi nyantri di Bustanul Ulum karena faktor kesehatan yang kerap kali mengganggu, juga penggunaan bahasa pembelajaran Pesantren Bustanul Ulum yang kurang sejalan dengan beliau. Akhirnya, Kiai Yazid tak kerasan dan izin pamit boyong pada pengurus pesantren, wabil khusus KH. Abdullah Yakin selaku pimpinan tertinggi.

Bustanul Ulum bukanlah tempat terakhir beliau menimba ilmu. Sebagai santri yang selalu haus akan keilmuan, Kiai Yazid melanjutkan rihlah ilmiahnya ke pesantren kondang di kota santri, Situbondo. Apalagi kalau bukan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iah Sukorejo Situbondo, namanya.

Di pesantren yang menampung ribuan santri inilah figur kepribadian Kiai Yazid lebih terbentuk. Ketimbang di tempat menimba ilmu sebelum-sebelumnya, durasi beliau nyantri di Sukorejo terbilang lebih lama. Dalam rentan waktu 4 tahun Kiai Yazid di Sukorejo, beliau selalu menggunakan semua hari-harinya dengan hal yang bermanfaat, alias tidak menyia-nyiakan waktunya dengan hal yg kurang berguna.

Muhammad Fauzan, Santri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo
Selain ketekunan belajar saat menuntut ilmu, salah satu kebiasaan mulia Kiai Yazid adalah beliau selalu istiqamah mendoakan, berziarah, di pasarean al-Marhumin Masyayekh Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.

Perangai mulia Kiai Yazid yang masyhur pula, saat beliau nyantri --bahkan hingga hari ini--, beliau termasuk santri yang  begitu taat terhadap guru-gurunya, wabil khusus guru yang berperan penting mencetak kepribadian beliau, Alm. al-Maghfullah KHR. As’ad Syamsul Arifin.

Kesuksesan Kiai Yazid dalam memimpin pesantrennya, pesantren Nurul Qarnain, tidaklah terperoleh dari ruang hampa, apalagi lagak santai berleha-leha. Dalam sebuah cerita yang masyhur, saat beliau nyantri di Sukorejo dulu, sikap kepemimpinan dan tak kenal putus asa dalam perjuangan, sudah mulai tumbuh dari sosok pengasuh pesantren yang juga dikenal sebagai pengusaha sukses ini.

Alkisah saat menimba ilmu dahulu, tak jarang seorang Kiai Yazid belia mengalami telat kiriman dan kehabisan bekal. Namun, hal ini tak sedikit pun memudarkan semangat, ketekunan, sifat gigih beliau. Untuk mengatasi hal itu, dikisahkan bahwa Kiai Yazid pernah mengkonsumsi tongkol rebus dengan bersayurkan buah pepaya.

Lanjut Baca : 

Kegigihan dan semangat tinggi Kiai Yazid dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar juga sangatlah patut diacungi jempol. Jauh sebelum beliau menangani pesantrennya yang besar seperti hari ini, dahulu saat hendak membangun masjid Dul Qarnain, sekitar masyarakat daerah Baletbaru yang konon dikenal dengan alergi singgah ke yang namanya masjid, beliau dengan cerdasnya menyiasati dengan sebuah perjanjian.

Nah, ceritanya kala itu Kiai Yazid mendatangi langsung tiap kepala keluarga, untuk meminta perjanjian dengan beliau. Perjanjiannya, bahwa beliau siap mendirikan masjid di sekitar perkampungan mereka, asal nantinya, mereka bersedia salat lima waktu, dan hadir setiap pelaksanaan Salat Jum’at saban 7 hari sekali.

Singkat cerita, mereka menyetujui, dan lambat laun mereka dengan sendirinya berbondong-bondong, menunaikan kewajiban itu dengan ikhlas dan penuh semangat.

Bila mencuplik cerita yang lebih khusus dari Kiai Yazid dengan pesantrennya, saat beliau masa awal-awal berdiri pesantren Nurul Qarnain dulu--yang waktu itu masih bernama Pesantren Karang Sawu--, Kiai Yazid dengan gigih dan penuh semangatnya mengadakan lomba di sana-sini. Mulai dari pidato, musabaqoh tilawatil qur’an, dan lain-lain. Sebagai acara puncak, Kiai Yazid biasanya mengadakan pengajian yang turut menghadirkan kiai-kiai dan tokoh masyarakat sekitar.

Langkah ini dilakukan, acara ini beliau wujudkan, tak lain dengan tujuan agar pesantren yang beliau asuh bisa lebih tersebar ke masyarakat luas. Dengan putra-putri mereka turut mewarnai acara lomba, dengan sanak famili mereka ikut serta hadir dalam acara-acara mulia yang beliau adakan. Bukan tidak mungkin keinginan untuk lebih menekuni keilmuan (khususnya ilmu agama) dengan mudah hadir di setiap benak orang tua.

Kembali, kesuksesan dirasakan oleh Kiai Yazid. Berkat semangat juang besar dan kegigihan beliau kala itu, lewat ide cemerlangnya, nama “Nurul Qarnain” bisa lebih tersebar luas ke tengah-tengah masyarakat.

Animo masyarakat untuk memondokkan putra-putrinya bisa dibilang lebih tinggi. Tercatat, di era 80-an saja, pesantren Nurul Qarnain sudah mengemban peserta didik dari berbagai daerah. Mulai yang berasal dari daerah sekitar, seperti; Jember, Bondowoso, Banyuwangi. NQ juga telah menerima peserta didik dari daerah yang agak jauh, seperti; Bali, kalimantan, Sumatra, bahkan ada yang berasal dari Negri Jiran, Malaysia.

Hari ini, disamping Kiai Yazid mengurus dan mengembangkan pesanten tercinta “Nurul Qarnain”, beliau juga seorang pengusaha ternama dan figur entrepreneur sukses. Segala tindak-tanduknya dalam memakmurkan perekonomian, tak lain hanya untuk memajukan dan mensukseskan segala misi dan tujuan pesantren. Sehingga amar ma'ruf nahi munkar yang selalu menjadi cita-cira beliau, bisa tercapai dengan gemilang dan sesuai harapan.

Semoga panjang umur, sehat selalu murobby KH. Yazid Karimullah.


Penulis : Muhammad Fauzan, Santri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo yang juga masih belajar dan mengabdi di Nurul Qarnain Jember

Editor : Muhlas

Lebih baru Lebih lama