Eka Widyasih, Anggota Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PAC IPPNU) Kecamatan Bondowoso |
tidak bisa mengerti dari
mana dan bagaimana semua ini berawal. Bagaimana rasa takut tidak wajarku semakin membara hingga meruntuhkan
optimismeku.
Sebagai manusia biasa, aku bahkan tidak tahu
apa yang bisa kusombongkan dari diri ini. Aku bukanlah murid terpintar atau
anak yang lahir dari keluarga bertaring. Tapi, bukan berarti
aku orang yang suka menggantungkan diri pada orang lain. Tidak! Bahkan setiap ada problem, aku pendam sendiri tanpa harus diumbar.
Pertanyaanku,
apakah orang sepertiku
bisa dikatakan sombong? Apakah orang sepertiku bisa dikatakan orang yang sempurna?
Apakah orang sepertiku bisa
dikatakan penghianat? Sehingga, enggan melibatkan orang sekitar. Maka, katakan
ya dan dunia akan runtuh (ups!!).
Tetapi, aku akan percaya hampir 100% kalau orang lain bilang aku lemah dan
penakut. Mengapa?
Karena sudah kukatakan dari awal kalau semakin lama, ketakutanku semakin
membesar. Dan aku tidak tahu bagaimana semua ini berawal. Hanya 1 kalimat yang tertancap dalam benakku. Aku akan
memulai dari mana saja, sebisaku.
Baca Juga :
- Warga Nahdliyyin Kembali Berduka, Pengasuh PP Darul Falah Wafat
- Akhir Pekan, Pelajar NU Tlogosari Adakan RTL Makesta
- PP. Al-Falah Ploso Berduka, Pengasuhnya Wafat
- PC PMII Kepulauan Meranti Sukses Gelar PKD-II
Oleh karena itu, apa yang akan dipikirkan ketika melihat orang yang memilih
melamunkan kebersamaannya dengan keluarga yang dicintainya atau dengan
teman-teman yang selalu menemaninya melalui canda tawa, dibanding melakukannya
saat bersama keluarga tercinta dan teman dekatnya juga selainnya?
Kebersamaan, canda tawa, senyum yang merekah, semua itu hanya ada dalam
bayangannya. Kenyataannya, dia hanya diam dengan
mata yang menerawang jauh. Padahal aku sadar bahwa disekelilingku banyak teman-temanku. Mendekat di sampingku. Keluargaku juga turut bersama,
sedang berusaha meramaikan suasana dengan celotehan dan sahut menyahut yang
seakan tanpa akhir, sekaligus diiringi senyum-senyum yang mulai mengembang. Apa
yang akan terpikir tentang orang
yang seperti itu?
Tak perlu dijawab dan akan kutebak. Mereka pasti akan bilang bahwa aku orang yang
bodoh. Jika tidak, kuharap aku bisa bertemu dengan-Mu (Tuhan) dan mengobrol lebih
jauh. Lalu, kutanya lagi, apa yang kau pikirkan jika orang itu benar-benar aku? Jawab saja
dalam hati dan tak perlu diungkapkan. Aku belum siap mendengar jawabannya.
Sesungguhnya, aku ingin
bersenang-senang dengan mereka. Aku ingin bercanda tawa, aku ingin
berceloteh ria dan menampakkan senyum merekah yang tulus. Aku juga ingin
melontarkan lelucon yang membuat mereka semua tertawa terbahak-bahak, hingga
melupakan bahwa mereka punya sejagat masalah. Aku ingin melakukan itu semua.
Aku ingin sekali.
Lalu,
kenapa aku hanya bisa diam saja? Kenapa aku malah merasa cemas saat berada
diantara mereka? Aku bahkan berharap bisa meminjam jubah ghaib Potter agar
membuat tubuhku transparan. Tak terlihat namun ada dan bernapas.
Tapi,
bukankah aku sudah seperti demikian?
Lalu,
sebuah pertanyaan kembali muncul. Pertanyaan yang sepertinya lebih tepat
kutujukan untuk Tuhan dan diriku sendiri.
“Apakah
aku akan selamanya seperti ini?”
Sayangnya, aku tak bisa menjawab
pertanyaan itu. Karena aku tak pernah yakin bahwa aku bisa, meskipun segala motivasi dari seorang motivator
sudah kulahap habis.
Tapi,
aku masih memiliki keyakinan bahwa Tuhan pasti
menjawab semua keluh, kesah dan segala rasa yang menghingap dalam
diriku.
Lewat waktu dan
semestanya ciptaan-Nya.
Lalu,
pikiran itu tumbuh lagi. Bukankah Tuhan
senantiasa memberikan petunjuk? Bukankah Tuhan sudah memberikan pedoman
berabad-abad yang lalu? Dan,
kenapa aku tak pernah benar-benar menyadarinya? Bahkan aku semakin menjauh.
Betapa buruknya diriku.
Maka, kucoba bernostalgia, mencari. Hingga.. aku bisa menemukan jawabannya. Mengapa aku demikian?
Beberapa
ayat didalam Al-Qur’an
yang membuatku tersadar. Padahal sudah
sejak dulu aku mengetahuinya. Entahlah, mengapa aku memilih
tak berfikir dan mencerna
lebih jauh. Dan sungguh! Penyesalan tak pernah disiplin. Dia selalu datang terlambat.
Hingga penyesalan datang dan hinggap.
Maka, kalian harus mengetahui beberapa firman Tuhan didalam Al-Qur’an ini.
Baca baik-baik dan renungkan!
“Allah
tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Q.S. Al-Baqarah ayat 286
“sesungguhnya
bersama kesulitan ada
kemudahan.” Q.S.
Al-Insyirah Ayat 6.
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan
suatu kaum sebelum mereka mengubah
keadaan diri mereka sendiri.” Q.S. Ar-Ra’d ayat 11.
Dari
3 ayat diatas, semakin membuatku sadar. Bahwa, ketika seorang hamba menjauh dari
Tuhannya. Maka, putus asa dalam diri akan kian menghampiri
dan akan senantiasa bersahabat
dengan rasa takut.
Tuhan
selalu akan mengingatkan seorang hambanya melalui firman-Nya dengan segala dimensinya.
Akan tetapi, ketika seseorang memilih menutup mata
hatinya. Maka, ia akan semakin
terpuruk.
Oleh karena itu, dimana aku akan
diterima yaitu ketika alam semesta
ini hanyalah milikNya? Ketika aku mengabaikan peringatan-Nya, semesta juga akan
mengabaikannya.
Setiap
aku ingin menyerah, diriku berkata “Tuhan memberitahu
bahwa aku sanggup menyelesaikan masalahku. Tuhan tahu sampai dimana batas kemampuanku.
Tuhan juga membisik pada gendang telingaku. Bahwa, Tuhan
akan selalu ada kemudahan
yang mengiringi disetiap kesulitan”.
Maka, ketika aku menyerah, disitulah aku kehilangan kemudahan. “Tuhan menyuruhku
berusaha untuk meraih kemudahan yang ada dibalik kesulitan. Lawan dan bunuh
kesulitan itu. Agar segera bertemu
dengan kemudahan.”
Untuk
kamu yang seagama denganku, baca dan renungkanlah kembali. Segala untaian kata yang tersusun menjadi sebuah kalimat
rapi ini. Kuharap kalian (pembaca) semakin sadar
dan semakin meneguhkan keimanannya. Sehingga, disaat kalian menemukan ayat yang membuatmu
lebih bersemangat dan bangkit dari
keterpurukan. Tunjukkanlah
padaku!!! dan aku akan sangat
berterimakasih.
Untuk
kalian yang berbeda
keyakinan denganku:
Ingatlah, pikirkanlah, dan renungkanlah agama dan Tuhan yang kalian yakini serta percayaisemua itu! Karena aku percaya dan yakin bahwa setiap orang yang percaya bahwa agama
yang mereka pilih adalah yang terbaik dan mengajarkan kebaikan. Mari mengingat
Tuhan dan tersenyum!
Semenjak
saat itu, aku berusaha melakukan sesuai dengan akar kemampuanku. Berusaha
menyelesaikan seluruh tanggung jawabku.
Lebih Lanjut Baca :
Perlahan aku mulai merasakan
perubahan dalam hidupku. Aku merasa bahwa aku mulai dianggap ada. Aku merasa,
aku mulai mendapat perhatian.
Bahkan, mulai jarang merasa
kesepian. Meskipun aku masih sering menangis. Akan tetapi, disetiap rintihan air mata yang menetes tersebut aku selalu berusaha untuk terus mengingat Tuhanku, tanpa kuhambat tetesan itu.
Tuhan
yang paling mengerti apa yang kurasakan, selalu tahu apa yang kusembunyikan.
Jadi, kubiarkan air mata ini
mengalir deras membasahi pipiku.
Sebab, aku menangis pada-Nya. Bukan, karena Aku Marah. Aku hanya berpasrah,
menyerahkan seluruh beban
dan rasa takut.
Maka, harapan
dan doa selalu kulibatkan rasa ikhlas
atas apa yang terjadi
padaku. Karena hanya Dia yang Maha Mengerti. Hanya Dia Yang Maha Mengetahui apa
yang tersembunyi.
Tak perlu kesembunyikan lagi
rasa takut ini. Tak perlu berusaha
menampakkkan senyum palsu ini.
Berekspresi
apa adanya di depan Tuhan dan hamba-Nya.
Menjadi
hamba yang memohon pertolonganNya. Menjadi hamba yang meminta petunjuk dari-Nya. Karena, meskipun
tak ada dinding dntuk bersandar, masih
ada lantai untuk
bersujud.
“Seberapa besarnya
masalah kita, seberapa besarnya beban di pundak Kita. Tetap tegar atas segala kemampuan yang kita miliki untuk menghadapi.
Jangan menyerah dan
tetap bersemangat!!! Karena Tuhan
selalu bersama.”
Penulis : Eka Widyasih, Anggota Pimpinan Anak Cabang Ikatan
Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PAC IPPNU) Kecamatan Bondowoso
Editor : Haris