K.H. Yazid Karimullah; di Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Jember (Foto : Tim Kreatif) |
Mendapat pesan dan nasehat secara langsung, biasanya cuma di momentum sowan saat baru liburan Pondok Sukorejo, begitupun saat hendak kembalinya kepondok, pasca Idul Fitri. Itupun dengan durasi yang tidak lama.
Langka, Akhir tahun kemarin ada acara selamatan nikah di sebelah rumah, dan, kebetulan yang mengisi ceramah pada kesempatan tersebut adalah beliau; K.H. Yazid Karimullah. Saya sebut "langka" tadi, sebab, mementum semacam ini tidak sering bagi saya; mendengar dawuh-dawuh secara langsung dari Kiai. Yazid.
Baca Juga :
- Ketua PBNU Beberkan Misi Global Nahdlatul Ulama
- Raker I, RMI NU Bondowoso Canangkan Program Pelatihan Baca Kitab Kuning
- Adaptasi dan Kreasi PMII di Era Society 5.0
Kurang lebih jam 7 pagi pemandu acara mengangkat microfon sebagai tanda acara mau dimulai. Sebagaimana biasa, tak berselang lama acara pun dimulai, belangsung lancar, dan, pada salah satu acara pentingnya adalah ceramah yang kala itu disampaikan oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qarnain.
Dalam penyampaiannya, berulang kali Kiai Yazid mendoakan ke 2 mempelai agar saat mengarungi samudra rumah tangga nanti dianugerahi keluaga yang sakinah, mawaddah juga warohmah. Menjadi manusia yang bahagia dan beruntung, entah di dunia apalagi di akhirat kelak.
Jamaah yang hadir, termasuk saya, dengan serentak meng-amini permohonan beliau itu.
Dititik penyampaiannya ihwal "keberuntungan" tadi, Kiai Yazid lebih mengangkat suara, lebih menegaskan; prihal yang semua orang mengidamkannya itu. Bagaimana tips ke 2 mempelai, ataupun semua orang pada umum agar tidak keluar dari definisi "untung".
"Patuhilah 3 golongan, jangan sampai ada masalah dengan 3 golongan, kalau ingin hidup kita menjadi beruntung". Kurang lebih demikian, dawuh beliau yang diulang-ulang kala pertengahan ceramahnya. Tak sedikit dari jamaah yang penasaran, ingin cepat-cepat mendengar 3 hal tersebut.
Jelas, dari penggalan dawuh yang belum purna ini, Kiai. Yazid ingin menyampaikan bahwa; berkah dan tidaknya rumah tangga, beruntung dan tidaknya seseorang pasti berkaitan erat dengan sikap, dengan tindak tanduknya kepada 3 golongan:
Pertama; dawuh beliau, adalah من ولدك. Diksi singkat ini, yang dimaksud adalah ke 2 orang tua. Yakni; Ayah dan Ibu.
Baca Juga :
- Mengenal Sosok Kiai Muda Kharismatik Asal Bondowoso
- Mengenal Lebih Dekat Sosok Pendiri dan Rais Akbar NU
- Road Maps Pendidikan Syaikhona Cholil Bangkalan
Ulama dari arah manapun sepakat bahwa seorang anak wajib patuh dan berbakti kepada orang tuanya, kapanpun dan dimanapun. Dengan catatan, senyampang tidak keluar dari real ketentuan syariat Islam.
Sehingga, sangatlah wajar poin pertama ini sangat berkaitan erat dengan kesuksesan seseorang, dengan keberuntungan nasib seseorang.
Rajin sekali solat berjamaah ke masjid, kalau bersedekah tak tanggung-tanggung, di mata masyarakat namanya bagus, tapi kerap kali ketimpa sial, keinginanya sering kali tak tetwujud. Tak beruntung.
Orang yang seperti ini, tunggu dulu. Cobak dievaluasi lagi. Bagaimana sikapnya kepada orang tuanya? bagaimana tingkah lakunya selama ini terhadap orang tuanya? Jangan-jangan kurang memperhatikan ayahnya, jangan-jangan sering tidak sabar dengan sikap ibunya.
Ke-2, lanjut beliau, من زوجك. maksudnya adalah; ke 2 mertua. yang kedua ini terkhusus untuk orang yang sudah menikah.
Di poin ini, Kiai Yazid sedikit mengajak berfikir pada jamaah, mengapa 'juga wajib berbakti kepada ke-2 mertua' terlebih bagi kaum adam?.
Kurang lebih begini dawuh beliau; "Cobak fikir. Semenjak dari kandungan, lahir, dibesarkan, disekolahkan, dimondokkan hingga sekarang, hingga menikah, tiba-tiba ada laki-laki yang menikahi dan membawa kerumahnya. Yang membesarkan orang tuanya, dan saat dewasa 'dibawa' oleh orang lain". Para jamaah tertegun menghayati, memperhatikan dawuh beliau ini, kala itu.
Beliau melanjutkan bahwa; "Wajar kalau orang tidak sukses, orang yang sering ketimpa sial sebab tak patuh, lebih-lebih durhaka kepada kedua mertuanya. (Naudzubillah)".
Ke-3, yang disampaikan Beliau, adalah من علمك. Yakni yang terakhir adalah; Guru.
Walau guru tergolong orang yang 'baru-baru ini' kita kenal, bila dibanding dengan orang tua, tetapi dari beliau-beliau lah semua pengetahuan bersumber. Setinggi apapun title seseorang, sebanyak apapun pengetahuan seseorang, itu semua hanya cerita bila tanpa insan mulia bernama; "Guru".
Sedikit menurunkan volume suaranya, Kiai Yazid berdawuh; "Yang awalnya kita tidak tau cara wudu', berkat guru bisa menjadi tau, yang dulunya tidak tau tata cara solat, berkat guru bisa menjadi tau, yang dulunya jahiliah, berkat jasa gurulah kita bisa mengenal Allah SWT".
Masih ihwal di poin ke-3 ini, beliau mewanti-wanti bahwa; 'Santri yang sudah putus hubangan dengan gurunya, murid yang sudah lupa kepada guru-gurunya, apalagi sampai durhaka, sampai menyakiti gurunya, saya jamin orang yang seperti ini tidak akan beruntung'. Tegas beliau di akhir-akhir wejangannya.
Baca Juga : KH. Yazid Karimullah; Potret Pejuang Gigih dari Kota Suwar-suwir
Akhiron; guru penulis, yakni; K.H. Yazid Karimullah ini adalah cerminan dan uswah nyata dari 3 poin diatas. Lebih dari itu, lebih dari 3 tindakan mulia itu, beliau juga masyhur dengan perangai-perangai teladan. Besarnya nama beliau tak sedikitpun mengurangi tindakannya dalam hal-hal kecil.
25 Januari kemarin, usia beliau sudah memasuki angka 72 tahun. Kita doakan bersama semoga beliau dianuggerahi umur panjang lagi berkah. Bisa melanjutkan perjuangannya di jalan Allah SWT.
Jangan lupa Subscribe Channel You Tube kami : Harokah Official
Penulis : Muhammad Fauzan, Santri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah
Sukorejo Situbondo yang juga masih belajar dan mengabdi di Nurul Qarnain Jember
Editor : Gufron