Ilustrasi Salat Tarawih (Foto : Tim Kreatif) |
Salah satu ciri khas bulan puasa Ramadan adalah pelaksanaan Salat Sunnah Tarawih. Salat sunnah ini hanya bisa dikerjakan di bulan Ramadan tidak pada bulan yang lain sehingga puasa dan tarawih merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, bahkan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa salah satu tujuan ibadah Salat Tarawih adalah sebagai penyempurna ibadah puasa yang dikerjakannya, sehingga tak khayal terkadang ada umat Islam yang salatnya musiman setahun sekali yaitu hanya melaksanakan Salat Tarawih.
Dalam pelaksanaan Salat Tarawih tidak jauh berbeda dengan tata cara melaksanakan ibadah salat lainnya, ia harus dikerjakan dengan khusyuk, tuma’ninah sesuai dengan syarat dan rukun salat, hanya berbeda bilangan rakaatnya sampai batas 20 rokaat.
Yang menjadi topic kami dalam pembahasan ini adalah praktik-praktik pelaksanaan Salat Tarawih yang beraneka ragam bentuknya, penuh dengan aneka warna dan bervariasi sesuai dengan selera atau bahasa lainnya dan sesuai dengan levelnya.
Diakui atau tidak, orang beragama itu punya level yang berbeda-beda dan biasanya akan cenderung bertahan di levelnya masing-masing ketika ada yang mengajaknya naik atau turun level.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat beraneka levelnya. Antara lain:
Level 0: Ini level orang tidak Salat Tarawih. Dia menyediakan segudang alasan untuk bertahan di level ini, mulai sibuk, capek, tidak ada waktu, hanya sunnah, kerja shift malam dan sebagainya. Bahkan bukan hanya tidak melaksanakan Salat Tarawih tapi juga mengajak orang lain untuk meninggalkannya dengan berbagai alasannya.
Level 1: Ini level (tingkat) orang Salat Tarawih super cepat hingga 20 rakaat bisa selesai kurang dari 10 menit. Kalau di video yang lagi viral itu sekitar 7 menit dengan asumsi melaksanakan Salat Tarawih 1 menit 3 rakaat. Subhanallah melebihi bus patas.
Di level ini punya segudang alasan untuk bertahan di sini, misalnya: pindah madzhab ikut pendapat yang hanya mensunnahkan thuma'ninah, shalat cukup rukunnya saja dan diambil pendapat yang paling ringan sejagat, sudah penat seharian, mengikuti tradisi sebelumnya dan bahkan mengatakan masih mending daripada tidak Salat Tarawih dan sebagainya.
Baca Juga :
- Perbedaan Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar (bagian satu)
- Tidak Hanya Pelantikan, PC IPNU-IPPNU Bondowoso Juga Adakan Talkshow Pelajar
- Bulan Ramadan Bukan Hambatan, PK PMII Wahid Hasyim Tetap Laksanakan RTK
- Puasa dan Kesejahteraan Sosial
Level 2: Ini level (tingkat) orang Salat Tarawih dengan kecepatan medium. Dia sudah thuma'ninah tetapi masih tergolong cepat sebab semua yang agak panjang dipangkas. Tempo bacaan dipercepat, surat sependek mungkin, tasbih, ruku' dan sujud cukup sekali dan tahiyyat diambil batas minimalnya.
Dia juga cenderung bertahan di level ini dengan berbagai alasan, misalnya: Ini sudah mencukupi batas minimal dalam madzhab Syafi'i, kalau tak dipercepat maka jamaahnya akan lari, terlalu penat bila kecepatannya standar, ini sudah mending daripada yang super cepat atau tidak Salat Tarawih dan sebagainya.
Level 3: Ini level (tingkat) orang Salat Tarawih dengan kecepatan salat standar. Di level ini tempo bacaan normal, pilihan surat juga normal, dan semua sunnah salat dilakukan seperti salat sunnah pada umumnya.
Kekhusyu'an salat mudah dicapai di level (tingkat) ini. Level ini sudah tergolong level tinggi yang jarang orang mampu. Bertahan di level ini alasannya bukan lagi penat, atau berapologi (membela, mempertahankan gagasan) bilang masih mending daripada level (tingkat) di bawahnya, tapi mengaku tak sanggup naik tingkat lagi. Mereka juga enggan turun level sebab standar salat mereka sudah tinggi sehingga mereka tak masalah bila makmumnya sangat sedikit.
Level 4: Ini level VIP dimana Salat Tarawih dilakukan lebih lama dan lebih khusyuk daripada salat biasa. Semua gerakan rukun dan sunnah dilakukan sempurna, tapi pilihan suratnya lebih panjang dan sujud lebih lama. Biasanya diusahakan Salat Tarawih sekaligus khataman al-Qur’an dalam salat.
Alasan mereka mampu bertahan di level (tingkat) ini karena goal (tujuan) mereka bukan lagi asal salat seperti biasa, namun berusaha memaksimalkan (melakukan sebanyak-banyaknya atau setinggi-tingginya) momen (kesempatan) Ramadan untuk ibadah secara ekstra (luar biasa). Standar (ukuran) ibadah mereka sudah sangat ideal (sangat sesuai dengan yang dicita-citakan) sehingga tak peduli lagi apa kata orang awam.
Level 5: Ini level VVIP dimana Salat Tarawih dilakukan super panjang mengikuti tradisi para sahabat Nabi. Waktu malam di bulan Ramadan lebih banyak salatnya daripada tidurnya, bahkan bisa habis untuk ibadah saja. Tak peduli kaki bengkak dan wajah pucat di pagi hari, yang penting bisa all-out (mati-matian, dengan seluruh tenaga) beribadah dengan khusyuk dan tetap memprioritaskan etika ibadah kepada yang Maha Kuasa.
Dalam kajian ini, kami sebagai umat Islam berupaya semaksimal mungkin menjadi yang terbaik dan pelaksanaan ibadah tahun ini lebih baik daripada tahun sebelumnya. Kesuksesan dalam ibadah ini bukan dilihat dari tingkat strata sosialnya yang sudah mapan tapi ditinjau dari usaha serta kemauan untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah SWT.”
Sebagai kata akhir dari coretan kami ini, agama Islam itu adalah agama Rahmatan Lil ‘Alamin, agama yang memudahkan bukan menyulitkan, agama yang memberikan kedamaian bukan kesengsaraan pada umatnya dan lain sebagainya.
Ibadah merupakan salah satu sarana dalam agama. Oleh karena itu, dalam menjalankan ibadah-ibadah dalam agama termasuk ibadah Salat Tarawih laksanakanlah dengan tetap memprioritaskan dengan khusyuk dan tuma’ninah, tapi juga tidak memberatkan kepada jamaahnya, lakukanlah ibadah sesuai dengan kemampuan jamaahnya agar pahala berjamaah tercapai dengan sempurna walaupun rakaat yang dilakukannya tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian pemeluk agama.
Falyatafakkar ….
Penulis : Abdul Wasik, M.HI, Ketua Tanfidziyah MWC NU Wonosari
Editor : Muhlas