Foto Ilustrasi, Sesungguh Kami menurunkannya (al-Quran) di malam Lailatul Qadar, Q.S al- Qadar (1). |
Namanya Khatmil Qur’an bukan Tadarus al-Qur’an, kata Jilan membisiki Mad. Semuanya fokus dengan al-Qur’an satu juznya masing-masing. Tak ada suara lain kecuali bacaan al-Qur’an, tapi di pojok timur dekat pilar terlihat Musonnip dan Sparta saling adu mulut dibumbui gerakan tangan sampai mulutnya menganga seperti orang tertawa terbahak-bahak.
Mana kutahu apa yang mereka lakukan. Aku tak tahu dan berjarak jauh dari mereka berdua. Kalau Jilan dan Mad berada di dekatku, satu meter saja jarak yang menjauhkanku dengan mereka berdua. Bisikan Jilan pada Mad tadi samar-samar aku mendengarnya, tapi tak kugubris karena tuntutan satu juz harus selesai sebelum buka puasa bersama.
Lembar perlembar mulai kubuka dengan asyiknya walaupun tidak masuk speaker musalla. Aku enjoy saja melewati lembar demi lembar al-Qur’an, apalagi ditemani Baylando yang dengan seribu tingkahnya membuat keseruan di tengah kesunyian.
“Sisa berapa lembar lagi, Kak Las?” Tanya Musonnip saat duduk di depanku. Ia sendirian tanpa ditemani siapa-siapa, apalagi Sparta yang sangat tidak jelas sekali apa yang dilakukannya ketika di pondok maupun di luar. Seperti saat ini, entah kemana ia pergi aku tak melihatnya. Padahal tadi dengan Musonnip terlihat tertawa terkakak-kakak.
Satu lembar sisa al-Qur’an satu juz kutunjukkan pada Musonnip. Sengaja memang tak kujawab agar cepat selesai dan bisa menunaikan Salat Ashar. Aku telat hadir ke acara ini karena di kampus masih ada rapat yang tak bisa kutinggalkan. Bagaimana mungkin aku meninggalkannya sedang aku diminta menyampaikan sesuatu pada rapat itu. Setelah selesai, langsung kutancapkan gas sepeda motor ke rumah Rozak di Kemuningan untuk mengikuti acara Khatmil Qur’an yang diadakan oleh Santri Putra Ponpes Miftahul Ulum Tumpeng.
Karena rapat itu aku telat dan belum menunaikan Salat Ashar karena takut terlambat hadir. Bondowoso-Kemuningan bukanlah jarak yang dekat, sekitar dua puluh menitan aku baru sampai lokasi, itu pun ngebut.
Baca Juga :
- Sejarah Singkat Nuzulul Qur’an
- Tidak Hanya Pelantikan, PC IPNU-IPPNU Bondowoso Juga Adakan Talkshow Pelajar
- Lama Vakum, Ranting NU Mengok kini kembali Bangkit
- PC IPNU-IPPNU Bondowoso Tetap Laksanakan Pelantikan Meski Bulan Ramadan
“Sudah Salat Ashar, Lek?” Tanyaku pada Musonnip kemudian memberikan al-Qur’an satu juzku pada Doper. Ia bertugas mengemas al-Qur’an satu juz yang selesai dibaca oleh santri yang hadir dalam kegiatan Khatmil Qur’an ini.
Rupanya Musonnip sudah menunaikan Salat Ashar. Katanya, sampai di kediaman Rozak ini semua santri yang datangnya bersamaan langsung menunaikan Salat Ashar berjamaah di masjid dekat rumah Rozak atau yang saat ini ditempati Khatmil Qur’an.
Pintu masjid kubuka. Ali dan Fadil merebahkan badannya di dalam masjid. Sakit punggung katanya karena jarak dan jalan yang ditempuh lumayan menyengsarakan badannya. Aku langsung mengokohkan kaki di shaf salat paling depan untuk menunaikan Salat Ashar. Salatku tanpa imam, karena yang lain sudah menunaikan Salat Ashar sebelum aku datang.
* * *
“Eh, kamu tahu ndak kalau Khatmil Qur’an sekarang bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’an?” Kata Zen, santri yang baru menyelesaikan studi kejuruannya di SMK Miftahul Ulum Tumpeng jurusan Tata Boga.
“Iya, ya. Sekarang kan tanggal 16 Ramadan malam tanggal 17,” kata Musonnip menjawab pertanyaan Zen.
Mereka berdua di Ponpes Miftahul Ulum Tumpeng—tempatku nyantri sampai hari ini, satu kamar dan memang sering banyak berdiskusi. Sering kutemui mereka saling adu mulut ketika jam belajar berlangsung dan aku bangga melihat itu, sebab santri identik dengan yang namanya musyawarah atau diskusi. Baik diskusi perihal fiqih, tauhid maupun yang lainnya.
“Nah, betul sekali. Nuzulul Qur’an itu kan diperingati tiap tanggal 17 Ramadan. Menurutmu bagaimana, Nip? Al-Qur’an yang diturunkan pada tanggal 17 Ramadan ini adalah al-Qur’an yang langsung 30 juz itu apa hanya Surah al-‘Alaq ayat 1-5?” Ucap Zen seperti biasa memulai diskusinya dengan Musonnip.
“Tidak tahu, ya. Kalau menurutku hanya Surah al-‘Alaq ayat 1-5 itu. Menurutmu bagaimana?” Jawab Musonnip.
“Kalau menurutku sih al-Qur’an yang diturunkan pada tanggal 17 ini adalah al-Qur’an secara keseluruhan atau 30 juz itu. Dan, penurunannya ini bertepatan dengan malam Lailatul Qadar,” sahut Zen.
Ia nampaknya masih ragu-ragu dengan jawabannya. Ia masuk ke dalam masjid kemudian mengambil al-Qur’an dan kembali duduk bersama Musonnip. Yang dibuka langsung juz 30 olehnya, sederet surah-surah pendek mulai ditelusuri. Ia hendak mencari Surah al-Qadr yang menjelaskan tentang Nuzulul Qur’an dan malam Lailatul Qadar.
“Coba tanya ke Kak Muhlas nanti Zen,” kata Musonnip setelah Zen menemukan surah yang dicarinya.
“Coba ini perhatikan. Innaa anzalnaahu fii lailatil qadri—Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) di malam Lailatul Qadar. Jelas ini al-Qur’an diturunkan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar,” tegas Zen.
“Tapi, itu kan belum tahu Zen yang diturunkannya secara keseluruhan atau hanya Surah al-‘Alaq ayat 1-5 saja,” sahut Musonnip menerobos pernyataan Zen.
“Iya, ya. Hahaha,” kata Zen terkakak-kakak.
Musonnip ikut tertawa sampai akhirnya, “Sudah nanti tanyakan ke Kak Muhlas, Zen.”
Zen mengiyakan saran Musonnip kemudian mengembalikan al-Qur’an ke tempat semula. Musonnip dan Zen duduk di tangga masjid sedang santri yang lain ada yang masih mengaji dan ada yang menyusuri sekitar masjid sekadar mencari angin di penghujung sore menjelang malam.
* * *
Ilustrasi (Foto : Tim Kreatif) |
“Sudah banyak yang selesai ternyata,” kataku dalam hati.
“Kak Las, sini! Ada yang mau saya tanyakan,” kata Musonnip memanggilku dengan lambaian tangannya.
Kusambangi Musonnip yang duduk di tangga masjid dengan Zen. Kuperhatikan nampaknya mereka tengah kebingungan. Itu terbukti dari wajahnya, lebih-lebih dari kerut dahinya. Secara pengalamanku, orang yang kerut dahinya tajam kemudian alis matanya terangkat, selain menunjukkan rasa penasaran juga menunjukkan rasa bingung. Biasanya, ditemani dengan rasa resah dan gelisah. Benar atau tidak, wallahu a’lam. Tapi, firasatku mengatakan Musonnip dan Zen dilanda rasa kebingungan.
“Mau tanya apa, Lek? Kayaknya penting sekali,” ucapku.
“Itu Kak Las tentang Nuzulul Qur’an dan malam Lailatul Qadar,” kata Musonnip menjelaskan.
“Kenapa memangnya, Lek?” Sahutku sigap.
“Al-Qur’an pertama kali kan diturunkan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar. Nah, itu diturunkannya langsung 30 juz apa hanya Surah al-‘Alaq ayat 1-5 itu?” Tanya Musonnip.
Wah, lumayan susah juga pertanyaan ini. Kalau dipikir-pikir, mana mungkin Musonnip ini bisa bertanya sekritis ini. Padahal aku tahu betul bagaimana ia di pesantren. Sering diskusi memang iya, tapi baru kali ini aku mendapat pertanyaan seperti ini. Belajar dari mana si Musonnip ini?
“Sebelum membahas itu, kita harus pahami dulu apa itu Nuzulul Qur’an dan apa itu malam Lailatul Qadar. Apakah keduanya sama? Atau justru berbeda?” Paparku mulai merincikan pembahasan.
Tak ada jawaban. Musonnip dan Zen saling menatap dan mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Kuulangi pertanyaannya, tapi tetap taka da jawaban dari mereka berdua. Yang ada hanyalah rasa kebingungan antara mau menjawab tapi takut salah dan tidak mau menjawab tapi ingin menjawab. Ah, kacau sekali.
“Ok. Begini, Lek,” kataku.
“Nuzulul Qur’an itu berasal dari kata nazala yang artinya adalah turun. Nuzulul Qur’an berarti adalah turunnya al-Qur’an. Nah, umumnya Nuzulul Qur’an ini diperingati pada tanggal 17 Ramadan. Apakah pada waktu penurunan al-Qur’an ini bertepatan dengan malam Lailatul Qadar?” tambahku.
Mereka belum menanggapiku. Seperti biasa, hanya anggukan yang kuterima dari mereka. Mungkin masih mencerna perkataanku, makanya mereka tidak menanggapiku. Semoga saja begitu.
“Di dalam al-Qur’an Surah al-Qadr disebutkan bahwa, innaa anzalnaahu fii lailatil qadri—Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) di malam Lailatul Qadar. Di sinilah letak pembahasannya, Lek,” tuturku meneruskan.
“Maksutnya bagaimana, Kak Las?” Jawab Zen mengerutkan keningnya.
“Dhamir hu pada lafadz anzalnaahu itu, para ulama berbeda pendapat bahwa yang dimaksut dhamir tersebut adalah merujuk kepada al-Qur’an yang diturunkan secara keseluruhan atau hanya sebagian saja. Berbeda pendapat ulama perihal itu, Lek,” jelasku.
“Maksut dari secara keseluruhan atau hanya sebagian saja itu bagaimana, Kak Las? Ndak paham aku,” sahut Musonnip.
“Diturunkan secara keseluruhan artinya 30 juz itu. Sebagian saja artinya hanya Surah al-‘Alaq ayat 1-5. Nah, diturunkannya al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar ini ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat secara keseluruhan dan ada yang berpendapat sebagian saja,” kataku perlahan-perlahan agar mudah dimengerti oleh mereka.
Musonnip dan Zen semakin tercengang, entah paham atau tidak aku tidak tahu. Rasanya tidak, tapi entahlah. Hahaha. Kuteruskan saja penjelasanku mengenai al-Qur’an dan Lailatul Qadar ini. Semoga saja mereka paham dalam hatiku. Hehehe.
Lebih Lanjut Baca :
- Kultum Ramadan
- Puasa dalam Perspektif Kitab Hikmah At-tasyri Wa Falsafatuhu
- Safari Ramadan; PAC IPNU-IPPNU Wonosari Bangun Kesejahteraan Sosial
“Mengenai hal itu, Lek, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas R.A bahwa al-Qur’an yang diturunkan pada malam Lailatul Qadar itu secara keseluruhan. Baru kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur. Jadi, al-Qur’an ini diturunkan pertama kali secara utuh ke Lauhul Mahfuzh pada malam Lailatul Qadar,” jelasku sembari menatap kea rah mereka berdua.
“Jadi, yang dimaksut dalam dhamir ‘hu’ ayat pertama Surah al-Qadr itu adalah al-Qur’an yang diturunkan secara utuh ke Lauhul Mahfuzh dan penurunannya pada malam Lailatul Qadar,” imbuhku tetap menatap mereka dan menepuk paha.
Masih terlihat bingung Musonnip dan Zen. Kalau dilihat-lihat, sepertinya mereka bukan kebingungan hanya saja masih mencerna perkataanku sedari tadi. Dan mungkin saja, bagi mereka, ini adalah sesuatu yang baru mereka pelajari. Aku pun tidak menyangka kalau mereka berdua akan bertanya mengenai hal ini. Tapi, yang namanya pertanyaan harus dijawab, bukan?
“Itu pendapat pertama, Lek. Pendapat yang kedua, al-Qur’an yang diturunkan pada malam Lailatul Qadar sesuai dengan Surah al-Qadr itu adalah sebagiannya saja. Artinya, al-Qur’an yang diturunkan pada malam Lailatul Qadar itu hanya Surah al-‘Alaq 1-5 bukan secara keseluruhan,” ucapku kembali.
“Jika menggunakan pendapat yang kedua ini, berarti ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama pada tanggal 17 Ramadan saat berkontemplasi di Gua Hiro itu bertepatan dengan malam Lailatul Qadar. Wahyu pertama diterima oleh Rasulullah SAW itu pada tanggal 17 Ramadan, oleh karena itu setiap tanggal 17 Ramadan diperingati yang namanya Nuzulul Qur’an,” tambahku.
“Terus, kalau Nuzulul Qur’an diperingati setiap tanggal 17 Ramadan, berarti malam Lailatul Qadar itu jatuh setiap tanggal 17 Ramadan, dong? Karena al-Qur’an kan diturunkan pada malam Lailatul Qadar seperti yang ada di dalam Surah al-Qadr ayat pertama itu,” Kata Zen mengkritisiku.
“Padahal oleh Rasulullah SAW, kita itu dianjurkan mencari malam Lailatul Qadar di 10 malam terakhir bulan Ramadan, Kak Las,” kata Rasi menambahi pernyataan Zen.
Semakin kaget aku mendapat suguhan tanggapan dari mereka. Benar-benar kagum dengan tanggapan mereka. Yang kuherankan, belajar dari mana mereka berdua tentang hal ini. Diskusi atau musyawarah mereka hanya berputar di bidang fiqih, tauhid dan tajwid saja saat jam belajar berlangsung atau di luar jam belajar pesantren. Kali ini, luar biasa sekali cara berpikir mereka sampai-sampai aku merasa disudutkan oleh pertanyaan dan pernyataan mereka.
Tapi sayang, musyawarahku dengan mereka dipotong oleh suara adzan Salat Maghrib. Santri-santri pun membantu tuan rumah mengantarkan makanan kepada semua santri yang hadir.
Di depanku, Sparta dengan gagahnya membawa nampan berisikan es buah untuk diserahkan kepada santri. Aku, Zen dan Musonnip belum kebagian es buah. Kata Sparta, kami disuruh menunggu giliran.
* * *
Penulis : Muhlas, Santri Ponpes Miftahul Ulum Tumpeng
Editor : Gufron