KH. Hasyim Asy’ari, Tebuireng Jombang (kiri) dan KH. Muhammad Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan (kanan), (Foto : Tim Kreatif) |
Suatu hari Mbah Kholil kedatangan tamu seorang kiai dari Jawa yang mempunyai dua keperluan kepada beliau. Pertama, silaturrahim dan yang kedua meminta petunjuk beliau untuk sudi kiranya mencarikan jodoh untuk putrinya yang sudah dewasa.
Tanpa berfikir panjang, Mbah Kholil langsung memanggil Mbah Hasyim yang sedang mengurusi kuda di belakang dhalem (rumah) beliau. Mbah Hasyim yang mendengar bahwa ia dipanggil gurunya langsung lari untuk menghadap.
“Iya Kiai. Panjenengan memanggil saya?” Kata Mbah Hasyim.
“Iya,” jawab Mbah Kholil.
baca Juga :
- Gandeng KEMENAG, LTMNU Bondowoso Maksimalkan Fungsi dan Peran Masjid
- Sugiono, Dari Belajar, Berjuang dan Bertaqwa, Hingga Terpilih Menjadi Nahkoda
- Lagi, MWCNU Sukosari Menangkal Paham Radikal Dengan Kajian Kitab Bidayatul Hidayah
Saat itu juga Mbah Kholil mengatakan pada tamu itu bahwa Mbah Hasyim adalah calon menantu yang akan meneruskan perjuangan kiai dari Jawa itu. Spontan tamu itu pun terkejut dan merasa tidak yakin kalau santri yang dipanggil oleh Mbah Kholil itu memiliki banyak ilmu dan mampu mengurus pesantrennya.
Di sisi lain, Mbah Hasyim juga merasakan hal yang sama. Beliau juga bergumam, “Masa iya Kiai tega akan menjodohkan saya dengan putri Kiai yang begitu mulia, berwibawa dan alim ini?”
Di tengah perasaan yang sama, Mbah Kholil menengahi apa yang mereka pikirkan.
“Sudahlah! Kamu pulang dan siapkan segala keperluannya. Tiga hari lagi akad nikah dilaksanakan. Dan kamu Hasyim, sana kembali ke belakang!”
Mbah Hasyim kembali ke belakang dengan suasana hati dan fikiran yang masih kacau dan risau sembari bertanya dalam hatinya, “Kenapa Kiai tidak memberi tahu saya sebelumnya atau paling tidak menawarkannya. Bagaimana saya menjalani ini semua?”
Di tengah gundah gulana itu, Mbah Hasyim teringat dengan dawuh Mbah Kholil saat pengajian kitab. Mbah Kholil dawuh, ”Barang siapa di antara kalian yang ingin tercapai hajatnya, maka bacalah Shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya. Terutama sangat dianjurkan pada waktu ijabah, yaitu setelah separuh malam hingga menjelang subuh.”
Dawuh Mbah Kholil itu membuat Mbah Hasyim tenang tanpa merasa ada beban.
Pelaksanaan akad nikah sudah tinggal tiga hari. Tanpa banyak pikir lagi, kira- kira saat jam 12 malam tiba, beliau melaksanakan dawuh gurunya yaitu membaca Shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya.
Selama tiga malam berturut-turut membaca Shalawat Nariyah dari jam 12 malam, Mbah Hasyim tanpa disadari selalu tertidur ketika menjelang subuh.
Hal ajaib pun terjadi. Dalam tidurnya yang sekejap itu, pada malam pertama Mbah Hasyim bermimpi bertemu Imam al-Bukhari yang mengajarkan Hadits Sahih kepadanya selama 40 tahun. Di malam kedua Mbah Hasyim bermimpi bertemu Imam Syafi’i yang mengajarkan kitab fiqih dari berbagai madzhab selama 40 tahun. Di malam ketiga masih sama, Mbah Hasyim bermimpi bertemu Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi yang mengajarkan kitab tasawwuf selama 40 tahun.
Setiap kali Mbah Hasyim bangun dari tidurnya, beliau selalu terkejut dan bertanya tentang makna dari semua mimpinya itu.
Di hari pelaksanaan akad, Mbah Hasyim ada niatan untuk menanyakan mimpi yang dialaminya selama tiga malam kepada Mbah Kholil. Mbah Hasyim yang disuruh bersiap-siap untuk berangkat ke rumah mertuanya akhirnya mengurungkan niatnya.
Abdul Wafi, Mahasiswa STIS Darul Falah Cermee |
“Hasyim jangan nyelewang-nyeleweng, ya! Ibadah ikut yang dicontohkan Nabi melalui ulamanya dan ikutilah ulamanya Allah SWT agar selamat. Allah SWT pasti bersamamu.”
Kemudian kepada mertuanya beliau dawuh, “Jangan ragu dengan Hasyim. Dia sudah ngaji 120 tahun lamanya.”
Satu orang pun tidak ada yang paham dengan dawuh Mbah Kholil, malah kebingungan. Termasuk Mbah Hasyim sendiri dan mertuanya. Dawuhnya sangat tidak masuk akal. Kapan Mbah Hasyim ngaji selama itu, sementara umur beliau belum sampai 50 tahun.
Sedari awal perjumpaan dengan Mbah Hasyim sampai pelaksanaan akad nikah selesai, rasa tidak percaya selalu melekat dalam benak si mertua kepada Mbah Hasyim.
Keesokan harinya Mbah Hasyim diuji oleh mertuanya. Mertuanya ingin menguji sealim apakah menantu yang dijagokan Gurunya itu. Di tempat yang biasa mertuanya duduk sudah ada Kitab Tafsir dan Hadits yang tersusun rapi untuk diujikan kepada Mbah Hasyim.
Saat mertua mulai menguji Mbah Hasyim, pada saat itu jua keajaiban dimulai. Tanpa harus menengok apalagi memegang kitab satu pun, Mbah Hasyim membaca dengan fasih dan hafal serta membahas, mengupas tuntas layaknya seorang syaikh. Bacaan dan penjelasannya tidak ada yang salah satu pun.
Semua yang menyaksikan pada saat itu termasuk para ustadz dan santri senior yang awalnya tidak yakin dengan beliau, kini pun takjub. Tiada satu kata pun terucap, semua diam seribu bahasa.
Sejak kejadian itu hingga seterusnya, Mbah Hasyim dipercaya mengajar semua kitab dari berbagai cabang ilmu agama Islam.
Baca Juga : NUway, Wadah Kreativitas Anak Muda NU
Dari kisah di atas sudah sangat jelas betapa besar barokah yang akan diperoleh seorang santri jika mentaati segala bentuk apa pun yang diperintah oleh gurunya. Dan juga betapa terasa khasiatnya, ketika shalawat yang menjadi paling baiknya tutur kata.
Teruslah bershalawat. Shalawat Nariyah 4444.
Semoga kita selalu ada di jalan-Nya.
Sumber : Artikel tersebut disarikan dari buku Shalawat Nariyah, Sejarah dan Khasiatnya karya Dr. H. Alvian Iqbal Zahasfan SSI. Lc., MA
Penulis : Abdul Wafi, Mahasiswa STIS Darul Falah Cermee
Editor : Muhlas