Muhammad Cholil bin ‘Abdul Lathif bin Hamim al-Bangkalani. (Foto : Tim Kreatif) |
/ 14 Maret 1820 M, ulama asal Bangkalan-Madura masih terhitung keturunan Sunan
Gunung Jati, Cirebon. Ia lebih dikenal dengan sebutan Syaikhona Cholil.
Mengutip dari salah satu buku terbitan Pustaka Sidogiri
Benteng Ahlussunnah wal Jama’ah yang berjudul “Guru Orang-orang Pesantren”,
Syaikhona Cholil bernama lengkap Muhammad Cholil bin ‘Abdul Lathif bin Hamim
al-Bangkalani. Ia dilahirkan di desa Kramat, Bangkalan, Madura.
Baca Juga :
- KOPRI At-Taqwa Harapkan Bias Gender Tidak Zaman Lagi Melalui SIG Ke-7
- Tiga Lembaga Adakan Konsolidasi Pra Muskercab PCNU Bondowoso
- Tunjukkan Arah Gerak Kopri Ke depan, Kopri PK PMII Wahid Hasyim Adakan SIG Kedua
Sejak kecil pendidikan Syaikhona Cholil selalu di pondok
pesantren. Dari banyaknya guru yang ia belajar padanya tidak ada satu pun guru
yang tidak memiliki sanad, semuanya memiliki sanad yang jelas.
Perjalanan pendidikannya ia mulai dari keluarganya sendiri,
yaitu ayahandanya sendiri yang langsung mengajari beliau. Kecerdasan Syaikhona
Cholil tidak dapat dielakkan lagi karena beliau sebelum menginjak usia baligh
sudah menghafal dengan baik 1000 bait Nadzam Alfiyyah karya Ibnu Malik.
Setelah dididik oleh keluarganya sendiri, Cholil kecil
dikirim ke salah satu pesantren di wilayah Bangkalan, tepatnya di desa Melajeh.
Di pesantren ini, Cholil kecil belajar pada Guru Dawuh atau yang lebih dikenal
dengan Bujuk Dawuh.
Setelah cukup belajar di Bangkalan, Cholil muda kemudian
dikirim ke pondok pesantren yang diasuh oleh Kiai Sholeh yaitu Pondok Pesantren
Bunga, Gresik. Kemudian beliau melanjutkan pencarian ilmunya ke daerah Pasuruan
yaitu Cangaan, Bangil.
Jangan lupa Subscribe Channel You Tube kami : Harokah Official
Syaikhona Cholil selama di Cangaan, Bangil, Pasuruan berguru
pada KH Asyik. Dari KH Asyik, Cholil muda kemudian nyantri pada Kiai Afif di
Pondok Pesantren Darus Salam Keboncandi, Pasuruan.
Suatu ketika, Cholil muda minta izin pada Kiai Afif untuk
berguru pada Kiai Abu Dzarrin di Kedawung Kulon, Grati, Pasuruan. Tapi sayang,
sesampainya di sana, Kiai Abu Dzarrin yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah
Tugu ternyata sudah wafat seminggu yang lalu.
Karena tidak ingin perjalanannya dari Cangaan, Bangil
sia-sia akhirnya Cholil Muda memohon pada Mbah Tugu untuk tetap mengajarinya
meskipun dalam mimpi.
Tiap hari Cholil muda membaca al-Qur’an di makam Mbah Tugu
dan ketika sudah sampai 41 hari, Cholil muda tertidur kemudian bermimpi bertemu
dengan Mbah Tugu.
Di dalam mimpinya itu, Cholil muda langsung diajari seluruh
ilmu yang dimiliki oleh Mbah Tugu. Setelah terbangun, Cholil muda kembali lagi
ke pesantrennya, ke Keboncandi.
Setelah dari Kedawung Kulon, Syaikhona Cholil meminta izin
lagi untuk belajar ke Pondok Pesantren Sidogiri yang waktu itu pengasuhnya
adalah KH Noerhasan bin Nawawie (pengasuh ke-6). Meskipun Syaikhona Cholil
belajar di Sidogiri, beliau tetap tinggal di Keboncandi.
Jadi, tiap hari Syaikhona Cholil bolak-balik menempuh
perjalanan Keboncandi-Sidogiri yang jaraknya kira-kira 7 km. Selama perjalanan
itu, tiap hari Syaikhona Cholil selalu membaca surat Yasin setiap bertemu
dengan pohon besar.
Rutinitas itu tidak hanya dilakukan saat beliau dalam
perjalanan pergi ke Sidogiri saja melainkan saat perjalanan pulang ke
Keboncandi pun, beliau tetap membaca surat Yasin.
Syaikhona Cholil adalah santri yang mandiri. Selama mengaji
di Pasuruan, beliau tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya untuk mengirim
bekal sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beliau bekerja sebagai buruh
batik.
Kemudian Syaikhona Cholil melanjutkan pendidikannya ke
Mekkah setelah dari Sidogiri. Sebelum ke Mekkah, ada yang menyebutkan bahwa
beliau nyantri terlebih dahulu pada Kiai Tirmis, Banyuwangi. Beliau juga
tercatat sebagai santri di Pesantren Langitan, Tuban.
Selama di Mekkah, Syaikhona Cholil berguru pada ulama asal
Indonesia yaitu Syekh Nawawi Banten. Selain itu, beliau juga berguru pada
‘Utsman bin Hasan ad-Dimyati, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Musthafa bin
Muhammad al-‘Afifi al-Makki, ‘Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani, Ahmad Khatib
Sambas dan ‘Ali ar-Rahbini.
Baca Juga :
- Syekh Nawawi Banten, Guru Muassis NU dan Pengarang Kitab
- Hari Guru Nasional dan Keta'dziman Kiai Kholil Bangkalan
Dari Syekh Nawawi Banten dan ‘Abdul Ghani bin Subuh bin
Isma’il al-Bimawi (Bima, Sumbawa), Syaikhona Cholil mendapat beberapa sanad
hadits musalsal.